Powered By Blogger

Lalu Fadlurrahman

Rabu, 12 Maret 2008

It's My ife...(PART TWO)



Kini...usiaku sudah menginjak lima tahun. aku diperkenalkan dengan lingkugan yang sangat asing dan tidak pernah aku alami sebelumnya. aku mulai bangun pagi dan harus memakai baju dan celana yang sama dengan teman-temanku di sini. Tempat yang kemudian aku kenal dengan sebutan sekolah. Tidak terlalu banyak yang aku ingat di sini, yang jelas ibunda tercinta mengajar di Taman Kanak-Kanak ini. Namanya sekolah TK Dharma Wanita Wanasaba. berlokasi di desa tampat tinggalku sendiri. Pada tahun 1994, aku melanjutkan pendidikanku ke Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan nomor 01 Wanasaba. Aku mulai paham bahwa aku berbeda dari perempuan lainnya, baik dari segi fisik maupun tingkah laku. Di sinilah aku mulai merasakan ketertarikan dengan lawan dari jenisku sendiri. Aku sudah mulai bisa berserikat dalam skala kecil dengan membentuk teman bermain. Kata orang, aku begitu nakal dan sulit atur, Ayahku sering memperingatkanku. Kalau sudah kelewat batas, ayah memukulku sampai menangis. Tapi toh itu tidak membuatku jera, aku terus berpetualang dengan kenakalan kecilku karena aku begitu menikmatinya. sangat menikmatinya bahkan. Sampai-sampai aku berfikir mengapa mereka melarang kesenangan orang lain. Sekarang Aku baru menyadari bahwa setiap kehidupan sosial mempunyai norma yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat di lingkungan sosial itu sendiri. Pastas saja mereka marah, aku telah melanggar salah satu norma sosial mereka, He..he..he!. Pada tahun 2000 petualangan hidupku mulai berlanjut dengan memasuki babak baru dalam pendidikanku. Aku di terima di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Wathan Wanasaba. Dan satu hal yang tidak akan pernah aku lupakan. Tidak akan pernah. Di sinilah untuk pertama kalinya aku merasakan getaran-getaran cinta terhadap seorang wanita. Dialah alasan mengapa aku selalu selalu bersemangat ketika pergi ke sekolah. Sebut saja E,miss E. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku selalu takut dan gemetar ketika berhadapan dengan dirinya. Entah magnet apa yang dimilikinya, tidak adik kelas..tidak kakak kelas..tidak aku, semua bertekuk lutut dihadapannya. Dia menjadi kembang sekolah(Mengadaptasi istilah kembang desa) dan selalu menjadi pusat perhatian. Dia masuk sebagai anggota team basket putri di sekolah. Pesonanya semakin tertebar ketika dia bertanding di sekolah. Aku sama sekali tidak pernah berniat menonton pertandingannya, alasan aku di sana adalah karena dia, dia..miss E. Pada waktu kelas dua aku bertekad bulat untuk mencari sebuah kepastian. Dengan sebuah keberanian yang besar(sebenarnya ga terlalu besar-besar amat sih)yang telah aku kumpulkan selama bertahun-tahun, Akhirnya aku nyatakan cintaku kepadanya melalui sebuah surat cinta. Harus aku akui tulisanku pada surat itu sungguh jelek sekali untuk sebuah surat cinta kalau tidak bisa dibilang parah. Pernah ada niat untuk meminta bantuan seorang teman untuk menuliskannya, tapi aku urungkan niatku, aku takut hal ini akn menjadi berita besar di sekolah. kalau diterima mungkin tidak apalah. Tapi bagaimana kalau aku ditolak!. aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan mengucap Basmalah, tibalah hari yang menentukan ini. Aku teringat "Super Tuesday" di Amerika serikat, Ketika Senator Illinois Barack Obama bertarung dengan Senator New york Hillary Clinton dalam bagian dari perebutan tiket menuju Pemilu Presiden 2008 di Amerika Serikat. Kira-kira situasi yang aku hadapi saat itu sama dengan Obama dan Hillary. Sungguh menegangkan. Dengan tersipu malu aku serahkan surat tak beramplop itu kepadanya. Diapun menerimanya dengan penuh tanda tanya. Selama jam pelajaran aku tidak mampu sedikitpun memalingkan mataku kepadanya, seakan-akan kepalaku sudah dicor dengan cor listrik bertegangan tinggi. Aku tidak sanggup menggerakkan kepalaku sedikitpun. Keesokan harinya aku menerima balasan dari surat yang aku berikan kepada miss E kemarin. Hari yang sama-sama menegangkan seperti kemarin, malahan lebih menegangkan. Ku pegang erat-erat surat itu dan berlari pulang sekencang-kencangnya menuju rumah. Ku buka surat itu dengan perasan senang bercampur cemas. Dengan perlahan-lahan ku baca kalimat demi kalimat. Ku perhatikan setiap detail-detail tanda baca surat itu sampai mataku terhenti pada satu kata yang merupakan inti dari surat tersebut. Tidak perlu membaca ulang untuk mencari gagasan utama seperti yang diajarkan para guru-guru di sekolah. "Maaf aku belum bisa", kira-kira begitulah isi surat itu. Aku rasa aku cukup cerdas untuk untuk mengerti makna surat itu. Yah...aku ditolaknya, tapi paling tidak aku sudah berani mengungkapkan perasaan dan isi hatiku pada makhluk yang gemar mengusung tema feminisme dalam setiap langkah hidup mereka. Walaupun demikian aku sedikit menyesal juga telah melakukannya, kejadian yang membuat kepercayan diriku hancur luluh seketika terutama ketika berhadapan dengan kaum mereka. "Kurang ajar", umpatku. Sungguh tega dirinya menolak diriku di saat pengalaman pertamaku. Dia hanya mau berteman dengan aku. Sejak itu aku malu sekali bertemu dengan dirinya, begitu juga dia, mungkin. Setelah menamatkan pendidikan di sekolah itu aku tidak pernah mendengar kabar darinya. Aku juga mengharapkan hal itu. Aku ingin mengubur dalam-dalam kenangan pahit itu. Namu aku tetap menyimpan surat balasan darinya. Eh...sudah ya, aku penat sekali nich!. Tunggu ceritaku selanjutnya di It's My Life PART THREE yach...! See ya...(To Be Continued)

Tidak ada komentar: